Sabtu, 27 Maret 2010

pesantren adalah takdir hidup ku

.Dear……. Temen2 pha kabar..lama kita sudah tak bersua, hmm kali ini kami hendak berbagi tentang sedikit pengalaman kami.
Kayak nya, sekarang ini orang yang apabila back ground pendidikan nya pesantren sangad
Kelihatan gag zamani.. maksudnya gag ngikutin zaman , cara kasar nya … katrok
Tapi kami sebagai santri mempunyai dasar yang kuat untuk memeilih pesantren lembaga pendidikan kami.

Bangyak sekali alasan kenapa kami tetap memilih nya………. Meski bertentangan arus zaman yang kini telah gila….

Menrut kami pesantren sangat lah sempur na why not? Cz…..kami merasa…untuk porsi sekarang gini susah loch ..cari pendidikan yang bukan hanya tempat mentransfer ilmu saja..
Tapi lebih dari itu… merupakan kawah candra dimuka penggemblengan akhlakul karimah… tw dlam bahasa keren nya..iner beautty…
Yang kami suka di pesantren yang taka da di pendidikan umum

1.niat ikhlas sang guru.
Coba …sekolah mana sich… kok ada guru/ustad yang gag mw di bayar..

2. hormat,dan ta’dzim nya murid/santri
Coba kalian semua...lihat ada gag santri demo kepada guru nya…
Jangn kan mw demo…lewat didepan beliau ajja merunduk…ai like it.

3.llmu prioritas utama….nilai mah enggag lagi.
He he..coba ajja bandingkan dengan sekolah umum..
Klo dah mw UAN kyk sekarang ini seperti orang yang kena malaria semua
Merinding…takut gag lulus.

4.sekolah bukan untuk cari kerja….tapi untuk meningkatkan SDM manusia
Hihi…. Coba bandingkan ma anak kuliahan……klo dah lulus pada bingung cari kerjaan
Kami insyaallah di ponpes ini gag pernah tuh di didik mencari…. Tapi memberi
Membuka lapangan kerja sesuai bakat dan kemampuan masing-masing.

5.biaya murah………
He he… walaupun sekarang sekolah udah dapet dana boss..jadi sudah sedikit berimbanglahh
Dengan murah nya biaya di pesantren…tpi tetap kok pesantren yang termurahh.

Sebena r nya masih banyk kok yang membuat kami kepincut untuk memilih pesantren
Sebagai temapat kami mencari sesuap santapan rohani jiwa kami yang lapar….
Kami cukup kan sajja smpai lima…..so …biar sama ma pancasila he he he he.

Jumat, 26 Maret 2010

Kisah-kisah pesantren bagian kedua

Ada cinta di sudut asramahttp://emo.huhiho.com

Pagi bekerja, sore sekolah, malam belajar hampir tak ada waktu yang tersisa untuk bermain-main. Inilah resiko yang harus aku tanggung hidup di pesantren. Belajar dan belajar, musyawaroh dan musyawaroh, bosan juga akhirnya.
Aku mengendap-endap menyusup di kegelapan malam, bersama temanku AGUS. Mencari sepeda, untuk keluar refreshing cari angin segar “ gos kok sepedanya kekunci semua, Waduoh…….!” Kataku. “coba cari lagi dech….!” Samber dia.
“ Naaah, neh dia, POLYGON cuy, asek-asek” aku kegirangan.
“ Ane neh yang lom dpet…..!????”
“Gak ussah di buat berdua aja, nie sepedah ka ada boncengannya ?!”
“ Entar kalo ketahuan orangnya gimana?” Tanya Agus sambil garuk-garuk kepala.
“masa bodho, bilang aja mau minjem, tapi yang punya lagi nggak ada kan beres he..he..briliand ok cuy, cabuuut !!!!!??????”
Diperjalanan
“ mang, kemana nich tujuan kita Gus ?”
“ Udah diam aja kamu nggak usah akeh cangkem manut penak” celetus Agus sambil jelalatan kanan kiri ngelihatin AWEWE sliweran.
Sesampainya
Agus cengar-cengir “ he..he.. Pokoke rika bakalan krasan disini” sambil menunjuk sebuah tulisan di papan.WARKOP CAK SUTO SPECIAL FOR NEW YEAR SWEET SEVENTEN EDITION Kira-kira apa maksudnya ya……..? Hatiku bertanya.
Aku ketagihan, hamper setiap hari aku nglincung dengan friendku Agus dia merupakan Ahli dalam bidang ini. Klo ada title seperti itu , bolehlah kita sematkan pada namanya. Agus Priono.sng ( Sarjana nglincung)
Dan bangkai pasti tercium juga, aku ketangkep besoknya, aku di suruh membersihkan selokan air limbah baunya minta ampyun, impas sudah !!
Aku baru tahu, rupanya ada yang mengadukan aku ke keamanan, prediksiku لا يتصور في العقل aku bisa tertangkap, rencana yang tersusun rapi dan teori yang sudah teruji, rasanya tidak mungkin, pasti ada yang memberitahu . “ sialan tuch orang “ urusan apa denganku aku belajar kek, nglincung kek,itu terserahku, ndadak ngadukne aku neng keamanan. “Awas !! Kalau aku tahu orangnya aku giling ampe alus pokoke.
Usut punya usut, rupanya biang keladinya adalah penyorok kitabku sendiri Kang Huda. Mungkin dia kesel sama aku bolak-balik nggak sorogan, tapi apa urusannya toh, dia juga enakkan gag nyorog, sok ngirisin orang untung badannya lebih gede kalau gag dah aku giling ampe alus. Huh!!.
Aku di panggil diam aja,di sapa pura-pura gag tahu, buang muka, coz aku muak melihatnya, tiap kali dia beli sesuatu sering dia lewat di kamarku lalu memberikan padaku entah rokok, gorengan, permen aku terima aja masa bodoh yang aku bencikan orangnya bukan rokoknya.
Akhir sannah pun tiba, berbulan-bulan terkekang peraturan akhirnya bebas sudah,rasa rindu ingin pulang menjenguk keluarga meluap-luap dirongga dadaku,tak terkecuali Kang Huda,dia telah tamat tiga Aliyah dan ingin pulang sekaligus boyong, banyak barang-barang yang telah dia persiapkan untuk dibawa pulang,kabar-kabarnya setelah pulang dari pondok sini dia langsung kawin


http://emo.huhiho.com

kisah-kisah pesantren




HANYA UNTUK KAMIhttp://emo.huhiho.com


Alunan lagu sholawat menemani kami dikoperasi malam ini dingin,…….! Ehgrrrrrrrr……..tapi masih bisa kami kalahkan dengan hangatnya persahabatan aku, karebet, julin, kingkong, kitep, dengan segelas jumbo kopi susu panas menambh keakraban kami , joke-joke kami luncurkan bergantian satu sama lain, saling ngojlogi , kadang sampai ngotot seperti mau kaplok –kaplokan tapi itu hanya guyonan belum sampai taraf membahayakan.

Kehidupan keras sebagai orang pesisir memang sudah tertanam sejak lama didiri kami, susuah diatur, brutal, karepe dewe, tur ora patek mudengan, yang selalu menjadi polmik bagi pengurus asrama, lah,,,,,,,,,,piye nyatue wis gawan bayi.

Unik memang, kami ini memanggil seorang teman tak pernah menggunakan nama asli (alam asma), kami selalu membuat juluk-julukan (alam laqob), koyo toh kang karebet padahal nama aslinya adalah prayitno karena badannya bosor dan waktu itu lagi ngetrend –ngetrendnya film Jaka Tingkir yang mempunyai punakawan bernama karebet, badanya lemu, tur lucu akhirnya dia dipanggil karebet, kranten podo lemune.

lagi….!!! Kerono awake gedi tur duwur sing ora umum, namanya yang asli adalah funky malih di panggil kingkong عالقةnya podo-pode gedi duwure. Aku yaaacch……..gitu ! Karena keningku nonong akhirnya aku dipanggil kituq , (keninge metutuk) padahal namaku bagus sekali, wis diselamati bola-bali, wis dikalek-kalekne karo sasi, nama sebuah batu mulia,. Intan pratama

“walah tip-tip….. Nyapo musyawaroh barang, penak neng kene ae…ngerongokno music, macak panteng le..le………..” Gojlok aku. “aku wis dioprak-oprak karo kang lutfi….kon melu musyawaroh“ jawab kitep, wong koyok ngono mbok rungokno, bene ae….anjing menggong-gong kafilah tetap berlalu gimana menurutmu bet….wong kui..? Modele sok elit, sok alim, ngongkon-ngongkon kita untuk musyawaroh baru jadi pion sudah ita-itu lah piye lek wis dadi ster, digarep ae wonge piye bet…? kapan…? Respon karebet. “kene tak bisikne” “ %!!##???!%^....... ” Clinggg… gak…gak…gemuruh tawapun menggema sebagai dilalah adanya ide-ide gila diotak mereka.http://emo.huhiho.com

“Habis pulang roan badan pegel-pegel panas , enaknya mandi setelah itu ngestrajosss…nek pak Dar seger ..!!!” Kang lutfi bergumam. Kang lutfi menuju kamar mandi sambil nyanyi-nyanyi, badan bau teri, habis roan dia nggak peduli ha..ha…ha….dia gag tau, kalau ada kejahatan yang mengintainya kejahatan yang teroganisir yang telah diramu dengan tekhnik-tekhnik jitu, yang didalangi penjahat asrama kelas satu ……….aduoh…… kasihan kang lutfi.http://emo.huhiho.com

Asyik memang mandi sambil berdendang, dengan lagu penuh kenangan, meniru gaya vokalis band ungu aduoh…jann… Senajan ra patek penak dirungu. Tapi itu sudah bisa membuat kang lutfi lengah kalau pakaianya tinggal satu yaitu underwearnya warna biru disikat mafia asrama nomor satu. Waduh…waduh…mesakne kang lutfi .http://emo.huhiho.com

Selesai mandi “wahh, nengdi rek bajuku…..? Sopo sing jipok…..? Brak-brak, loh piye neh ki…? Pintune di kunci… sopo sing ngunci, peh jann……. Jambrul-jambrul, astaghfirullohal ‘adzim siapa nich orang sok usil….? Opo wis wani karo 3 aliyah, dok-dok……!!?? Kang-kang tolong bukakne pintu iki…………….. “ kang lutfi melolong minta tolong …? Karena bertepatan dengan jam setengah satu siang yang merupakan jam tidurnya kang-kang mondok, jadi yach ….. Gag ada yang nolong duh mesakne kang lutfi.
Esoknya, “prakk…prakk…prak… kalian gag diajarin akhlak apa….? Sama yang lebih tua gag hormat sama sekali, malah berani ngusili….”Semprot pak ketua syamsudin sambil memukul meja menyidang kami.http://emo.huhiho.com

“kalian belum ngerasa jadi pengurus, coba kalian lihat kang lutfi tiap kali bolak-balik ngoprak-ngoprak sampean, apa kang lutfi pernah dibayar…..? Dia nyuruh sampean belajar, dia suruh sampean sekolah, dia suruh sampean shorogan, sebenarnya yang butuh siapa sich….?! Yang di untungkan siapa sich…? Apa kang lutfi ngoprak-ngoprak sampean dia tambah pinter…? Atau tambah duit….? Yang jelas gag to…? Malahan semestinya kang lutfi hafalan, gag jadi hafalan gara-gara ngoprak-ngoprak sampean. Coba difikir lagi….!! Kang luthfi mekso-mekso sorogan, mekso-mekso takror bukan dia banci, itu membuktikan kang luthfi sayang sampean perhatian sampean,. Semestinya kalian bisa membalas dengan memberi sesuatu yang menyenangkan kang luthfi, bukan malah menyakitinya.http://emo.huhiho.com

Kami berlima hanya bisa diam, dengan muka merah penuh salah, merunduk sebagai symbol kami gag akan mengulanginya kembali. Kami sayang kang luthfi, kami cinta kang luthfi, mmuachhh…………http://emo.huhiho.com

Lusanya, “kang…..kang …..kang luthfi, mau kemana…”? Panggil kami serentak “mau ke koperasi….” Jawabnya lembut, “ngapain…?” Tanya kami lagi.”Mau ngisi perut tadi gag sempat masak” sambungnya. “ gag usah ke koperasi, sini aja makan bareng kami, tuch si kitip udah cari lengser…” kata kami penuh penawaran. “eh….., terima kasih gag usah repot-repot ” kata kang luthfi. “gag ah…, malah kami seneng makan bareng kang luthfi,” rayu kami. “terima kasih sekali lagi, kulo masih punya uang kok untuk ke koperasi , lain kali aja ya…….” Tegas kang luthfi diplomatis. “yaaach gitu, entar kami umpetin lagi loch bajunya, he….. He…..” Balas kami bergurau. “modele kalian ini, oke-okelah kalau begitu no problem 4 me, cz it’s gratis booooook ! Ayoo makan. Hore !!!!! kami lalui hari-hari yang indah di asrama tercinta http://emo.huhiho.com

Selasa, 23 Maret 2010

pre wedding menjadi momok.....


[Bahtsul Masa-il]
Kerangka Analisis Masalahhttp://emo.huhiho.com
Pembuatan foto pre wedding (foto sebelum pernikahan-red) seakan-akan menjadi suatu keharusan bagi calon mempelai. Keunikan dan keindahan foto pre-wedding akan menghiasi kartu undangan atau souvenir pernikahan. Terlebih, foto itu dibuat dengan konsep yang unik dan dengan background yang menarik. Hal ini tentunya akan menjadi suatu sensasi tersendiri.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum membuat foto pre wedding?

Jawaban:

Karena proses pembuatan foto melibatkan kedua calon mempelai dan fotografer, maka ditafshil (diperinci);
a.Bagi calon mempelai, hukumnya haram jika terdapat; ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), kholwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat).
b.Bagi fotografer, hukumnya tidak boleh karena hal itu menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan.

Catatan:
Jawaban di atas hanya berlaku bila pembuatan foto tersebut dilakukan pra-akad nikah, tidak ada rekayasa sama sekali dan tidak ada dzan (asumsi) atau keyakinan munculnya penilaian negatif masyarakat.

Referensi
1.Hasyiyyah Al-Jamal vol. IV hal. 125
2.Is’adurrafiq vol. II hal. 67
3.I’anah Al-Tholibin vol. I hlm. 272
4.Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab vol. IV hlm.484
5.Bughyah Al-Mustarsyidin hlm. 199-200
6.Is’ad Al-Rofiq vol. II hlm. 50
7.Adab Al-Alim wa Al-Muta’allim hlm. 59-60
8.Bughyah Al-Mustarsyidin hlm. 126


Beberapa tahun terakhir, persisnya sejak pelaksanaan FMP3 (Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri) ke-XI tanggal 20-21 Mei 2009 di PP. Putri Hidayatul Mubtadi’at Lirboyo Kota Kediri, yang menyoal seputar hukum keintiman hubungan lawan jenis via HP, internet dan situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter, Chatting dll., media massa kita digemparkan dengan pemberitaan —yang kemudian dibahasakan oleh media dengan— “fatwa haram” forum diskusi pondok pesantren se Jatim tersebut. Dan ketika pelaksanaan FMP3 ke-XII di PP. Putri Tahfizhil Qur’an Lirboyo Kota Kediri tanggal 13-14 Januari 2010, yang mengangkat tema-tema sosial keagamaan seperti trend gaya rambut rebonding, poto pre-wedding, gaji, royalty dan dilema peran aktris muslimah dalam dunia akting, wanita menekuni profesi tukang ojeg dll., pemberitaan “fatwa haram” itu kembali meledak heboh menjadi topik berita media massa nasional dan bahkan sempat menggeser perhatian masyarakat yang mulai muak menyaksikan “sinetron” misteri Bank Century yang entah sampai kapan episodenya akan berakhir itu.http://emo.huhiho.com

Kegemparan berita yang sebenarnya hanya hasil kesepakatan diskusi rutin pencarian jawaban hukum agama yang dilakukan santri-santri yang relatif masih muda itu, setidaknya karena tiga faktor penting yang saling mempengaruhinya. Faktor pembahasaan media dan pemberitaan yang kurang profesional, faktor mental keagamaan masyarakat kita yang awam dan faktor retorika penyampaian hukum yang tidak solutif dan “mengejutkan”.

Bahasa pemberitaan dengan memilih dan menggunakan diksi “fatwa haram” merupakan bahasa yang riskan mengundang kontroversi masyarakat, lebih-lebih bagi masyarakat dengan tingkat keagamaan awam. Awam dalam pengertian tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan agama yang memadai, atau awam dalam arti terdidik secara akademik namun tidak memiliki kepedulian dan apatis terhadap nilai-nilai keagamaan. Istilah “haram” bagi masyarakat pada tingkat keagamaan seperti ini, bukanlah suatu istilah hukum “berbahaya” yang harus dijauhi dari perilaku hidupnya, melainkan suatu istilah yang terdengar “tabu” atau bahkan “lucu” manakala dikaitkan dengan hal-hal yang telah umum dan lekat dengan perilaku kesehariaanya. Praktis kondisi keagamaan demikian menjadikan masyarakat kita samakin jauh dari bimbingan nilai-nilai normatif agama dalam perilaku dan gaya hidupnya, hingga pada gilirannya menjadi masyarakat yang “alergi dan anti haram”, di mana setiap fatwa hukum berlabel haram yang coba hendak disuarakan oleh pihak manapun, akan direspon dengan sikap apatis atau bahkan penolakan tanpa alasan dan dasar ilmiah.

Spektrum respon “kontroversi tidak sehat” seperti ini, betapa sangat mencerminkan seolah masyarakat kita seperti masyarakat mu’allaf yang masih asing dengan ajaran agama sendiri. Setiap hukum agama yang “mengusik” dan tidak mendukung terhadap kepentingan ekonomi, profesi atau perilakunya, ditolak dan enggan mengakui sebagai bagian dari agamanya. Pola pikir dan gaya hidup hedonis demikian inilah, agaknya jika belakangan kita bisa saksikan mulai dari penjual bakso di pinggir trotoar sampai mereka yang setiap hari berdasi di meja-meja diskusi begitu apatis, menolak secara apriori bahkan menghujat dengan sinis. Sampai-sampai mencuat sindiran yang cukup ironis: “label halal cari di MUI, label haram cari di FMP3”.

Pemberitaan media dengan bahasa “fatwa haram” akan semakin terdengar provokatif dan mengundang kontroversi penolakan sekala luas ketika tidak diimbangi dengan memberikan penjelasan detail pertimbangan-pertimbangan yang mendasari terrumuskannya sebuah hukum? Seperti senternya —saya lebih sreg menyebut— “kasus” fatwa haram Facebook tahun lalu, sejatinya lebih karena semangat pemberitaan media kita yang masih lebih mengarah pada menciptakan “larisnya berita” ketimbang semangat menjadi media massa profesional yang benar-benar berfungsi sebagai “media” yang memungkinkan tersampaikannya sebuah informasi transparan kepada “massa” itu sendiri. Karuan saja, diksi “fatwa haram Facebook” menjadi pilihan yang dengan serampangan dicomot begitu saja sebagai headline berita, tanpa per-imbang-an memadai yang mampu menjelaskan kepada masyarakat kapan, di mana, bagaimana dan seperti apa konteks serta porsi hukum haram Facebook itu. Keharaman hukum Facebook pun pada akhirnya diterima masyarakat dan terlanjur menjadi opini umum dengan sedemikian mutlaknya, dan sama sekali berbeda dari kenyataan hukum di forum yang sesungguhnya begitu terbatas hanya pada konteks dan porsi penggunaan Facebook tertentu.

Maka, apabila kemudian hasil bahtsul masa’il FMP3 ke-XI itu menjadi keputusan kontroversial dan menuai hujatan dari berbagai kalangan, sejatinya tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa FMP3 hanya menjadi korban pemberitaan media massa yang kurang profesional. Dan realitas seperti itu kembali terulang dalam fenomena kontroversial saat FMP3 ke-XII mengkaji hukum trend gaya rambut rebonding, poto pre-wedding, wanita menekuni profesi tukang ojeg, gaji, royalty dan dilema peran aktris muslimah dalam dunia akting dll., di pertengahan Januari kemarin.

Kendati fenomena di atas satu sisi memberi kontribusi positif bagi forum diskusi ilmiah pondok pesantren, setidaknya kegiatan intelektual dan kajian hukum para santri menjadi kian dikenal masyarakat luas, namun fenomena kontroversial “fatwa haram” juga terlanjur melekatkan stigma negatif terhadap FMP3 khususnya dan pondok pesantren Jatim secara umum. Ragam penilaian negatif dan subyektif dari berbagai kalangan masyarakat yang dialamatkan kepada FMP3 dan pondok pensantren Jatim nyaris bertubi-tubi, meski sebenarnya semua cenderung subyektif dan kekanak-kanakan. Mulai komentar santri yang kaku dalam beragama, primitif, tidak memiliki kepekaan dan pertimbangan sosiologis, tidak mengerti dengan perkembangan tekhnologi, santri hanya peduli dengan masalah-masalah hukum dan acuh dengan masalah-masalah sosial lainnya, hingga tuduhan pengangkatan tema-tema dalam forum itu hanya untuk mencari sensasi dll.


Lepas dari faktor minimnya profesionalisme pemberitaan media, sebenarnya sangatlah naif jika stigma negatif itu harus dialamatkan kepada FMP3 dan pondok pesantren Jatim? Sebagai satu-satunya lembaga tafaqquh fid dien dengan aktifis yang memiliki basic intelektual dan keilmuan keagamaan memadai, serta memiliki kepedulian terhadap problematika keagamaan umat, bukankah sudah semestinya FMP3 dan pondok pesantren menjadi pihak yang paling absah membicarakan hukum-hukum sosial keagamaan dibanding lembaga pendidikan manapun? Dan bukankah nabi saw. telah mengajarkan:

لاَ تَخَفْ في اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ! قُلِ اَلْحَقَّ، وَلَوْ كَانَ مُرًّا

“Dalam (taat kepada) Allah, jangan gentar dengan hujatan para penghujat! Suarakan kebenaran itu, meskipun terasa pahit!”

Dan bukankah juga telah dinyatakan oleh Rasulullah saw.:

إِنَّ الدِّينَ بَدَأَ غَرِيبًا، وَإِنَّ الدِّينَ سَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Sungguh agama itu mula-mula dianggap aneh, dan sungguh agama itu akan kembali dianggap aneh seperti semula. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh.”

Dalam kapasitasnya sebagai pihak yang paling absah membicarakan hukum Islam, memang tidak sepantasnya FMP3 dan pondok pesantren mendapat stigma negatif itu? Karena apapun yang telah dilakukan forum itu, bagaimanapun juga merupakan wujud perhatian dan kepedulian para santri terhadap masalah-masalah sosial seperti perilaku dan gaya hidup masyarakat agar senantiasa lurus dalam bimbingan nilai-nilai normatif agama. Jika ternyata perhatian dan kepedulian tersebut malah menjadi bumerang bagi FMP3 dan pondok pesantren berupa stigma negatif, mungkin ada yang salah dalam cara dan retorika penyampaian hukum oleh pihak FMP3 dan pondok pesantren itu sendiri, sehingga menimbulkan “keterkejutan” masyarakat yang tidak atau belum memiliki kesiapan secara mental-sosial keagamaan untuk menerima hukum yang diputuskan. Karena bagaimanapun, kesiapan secara mental-sosial ini sangat menentukan terhadap efektifitas sebuah hukum bisa diaplikasikan dalam amaliah masyarakat.

Terkait dengan retorika penyampaian hukum ini, adalah menjadi keniscayaan bagi FMP3 dan pondok pesantren untuk tidak sekedar menjatuhkan vonis haram dalam setiap forumnya atas perilaku masyarakat yang secara perspektif agama tidak bisa ditolerir, melainkan juga harus berusaha memberikan alasan-alasan rasional dan mendasar yang bisa dipahami dan dimengerti masyarakat luas? Sebagai contoh, ketika forum hendak mengharamkan rebonding, hendaknya jangan sekedar berdalih dan menggunakan alasan-alasan agama semata, tetapi juga didukung dengan alasan-alasan secara medis dimana kebiasaan melakukan rebonding dapat menyebabkan gangguan kesehatan (kanker) dan lain sebagainya. Dalam mengharamkan Facebook, didukung dengan memberikan alasan-alasan psikologis, seperti terlalu maniak dunia maya dapat mempengaruhi psikis seseorang dalam menghadapi tantangan dunia nyata, dll. Sehingga dengan alasan-alasan rasional seperti itu, masyarakat lebih bisa memahami dan mengerti yang pada akhirnya diharapkan akan bersedia menerima keputusan hukum. Retorika seperti itulah barangkali yang diperintahkan nabi saw. dalam sabdanya:

خَاطِبُوا النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ

“Berbicaralah pada manusia sesuai dengan tingkat (pengetahuan) akalnya.”

Disamping itu, ketika fatwa haram menyangkut profesi atau ekonomi masyarakat, tentunya sangat tidak bijaksana jika hanya memvonis haram tanpa memberikan alternatif dan solusi? Fatwa haram akan lebih ideal dan bijak serta sangat memungkinkan tidak mengundang kontroversi dan penolakan, jika fatwa haram juga disertai solusi sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan moral? Seperti ketika hendak mengharamkan wanita menekuni profesi tukang ojeg, atau mengharamkan rebonding yang dapat memberi dampak ekonomi pada pemilik salon, semestinya fatwa haram juga disertai dengan alternatif konkrit yang bisa menjadi solusi bagi pihak-pihak terkait, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dari hukum haram yang difatwakan.


Apabila alternatif dan solusi itu dirasa tidak memungkinkan, mengingat FMP3 dan pondok pesantren hanya bergerak dalam bidang hukum, usaha untuk memberi jalan keluar itu setidaknya bisa ditempuh dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyatnya, atau bisa juga dengan mengupayakan melalui cara-cara cerdas lainnya.


Jika demikianlah faktanya, sementara stigma negatif terlanjur melekat —atau lebih tepatnya dilekatkan— kepada FMP3 dan pondok pesantren Jatim, lantas, siapa yang bersalah? Pemberitaan media yang tidak profesional, masyarakat yang awam dan apatis, atau justru FMP3 yang mengeluarkan fatwa hukum dengan retorika yang “mengejutkan”? Istafti qalbak! Wa AlLahu a’lam


http://emo.huhiho.com
 

Browse

Read more: http://www.maspeypah.co.cc/2010/02/cara-menambah-back-to-top-pada-blog.html#ixzz0k8cHfCbE